Merokok memang nikmat, bagi pecandunya. Rasa nikmat ini bukan hanya dirasakan di fisik tenggorokan, namun sampai pada level jiwa dalam gaya hidup dan pergaulan. Bahkan, ada yang merasa tidak bisa berpikir kreatif jika tidak merokok.
Merokok adalah perilaku. Perilaku manusia tercipta karena pola. Kebiasaan merupakan perilaku yang terjadi secara nyaman dan otomatis karena sudah dilakukan berulang kali di masa lampau. Menurut teori, cara merubah perilaku adalah dengan membiasakan perilaku baru tersebut secara intensif dan tanpa putus (repetisi atau diulang-ulang). Repetisi ini menciptakan asosiasi mental antara keadaan (pemicu) dan tindakan (perilaku), sehingga ketika kita dihadapkan dengan pemicu, maka perilakunya akan mudah muncul atau nyaris otomatis.
Kita semua sebenarnya tahu bahwa rokok adalah berbahaya, merusak dan merugikan. Tak heran, banyak perokok yang ingin berhenti merokok. Menurut WHO, 70-80 % perokok ingin berhenti merokok, namun hanya 3% yang berhasil berhenti tanpa bantuan orang lain dalam waktu 6 bulan. Menurut WHO pula (2008), Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar didunia setelah Cina dan India.
Banyak artikel menulis seperti apa bahayanya merokok, namun perokok tetap membandel. Kadang desakan berhenti merokok datang dari orang lain, bahkan berupa ancaman, namun tidak juga bisa menghentikannya. Lebih dari itu, fatwa rokok haram pun diabaikan.
Banyak penjelasan manfaat ketika berhenti merokok. Tentang detail proses kembali sehatnya tubuh kita, dari mulai 20 menit sampai dengan 15 tahun setelah kita berhenti merokok. Namun penjelasan itu tak menarik juga untuk diikuti pecandu rokok, karena dia merasa masih bisa sehat dengan tetap merokok.
Fase terberat dari usaha berhenti merokok adalah saat melewati gejala putus nikotin. Gejala ini dapat muncul pada 4 jam pertama, memuncak pada hari ke-3 sampai hari ke-5 dan biasanya jauh berkurang setelah 2 minggu. Anda juga mungkin masih merasa tidak nyaman dengan kebiasaan baru Anda (kebiasaan bebas rokok) hingga 2 - 3 bulan kemudian (pada beberapa orang, hingga 6 bulan). Gejala putus nikotin biasanya adalah sakit kepala, mual, gelisah, berkeringat dan sangat menginginkan rokok. Jika tidak dipenuhi, biasanya timbul emosi.
Tak jarang pula yang frustasi karena gagal mencoba berulang kali. Menyerah, akhirnya melakukan pembenaran terhadap merokok, agar tetap bisa merokok, agar perilakunya bisa diterima orang lain. Namun untuk sehat, tidak ada kata tidak mungkin, kita, bisa!
Bagaimana cara berhenti merokok?
Yang utama dan pertama tentunya adalah niat, dari diri sendiri. Niat bisa menjadi tekad yang bulat jika dilandasi alasan kuat mengapa kita berhenti merokok. Maka, susunlah terlebih dahulu alasan kuat tersebut, selanjutnya, baru kita masuk ke teknik berhenti merokok. Tanpa ada alasan kuat, percuma melanjutkan ke tahap teknik berhenti merokok.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, cara berhenti merokok ada 3:
1. Berhenti merokok seketika. Misal, hari ini merokok, besok sudah tidak merokok. Cara ini terbukti ampuh pada kebanyakan perokok.
2. Berhenti merokok bertahap dengan mengurangi jumlah batang rokok yang dihisap. Bertahap sampai tanggal yang ditentukan sudah tidak merokok sama sekali.
3. Berhenti merokok dengan cara mengundur waktu merokok, sehingga mengurangi ketergantungan kepada rokok. Yang akhirnya pada tanggal tertentu yang sudah ditargetkan, kita sudah berhenti total.
Salah satu yang tidak mendukung dalam proses berhenti merokok selain lemahnya tekad, adalah lemahnya pengawasan. Untuk itu, sangat dianjurkan kepada perokok untuk memberitahukan juga kepada anggota keluarga/ orang lain untuk menjadi pengawas dan pengingat proses berhenti merokoknya, hal inilah yang disebut public commitment.
Sebenarnya manusia sering melakukan public commitment, hanya saja kita kadang beda dalam hal menyikapi tingkat kesakralan janji/ komitmen tersebut. Seperti saat sehari-hari, kadang kita mengucap janji akan melakukan suatu hal, janjian bertemu dengan seseorang, tandatangan komitmen bersama, atau saat kita diangkat sumpah jabatan, sumpah profesi, bahkan janji yang dibacakan suami kepada istrinya setelah akad nikah, disaksikan banyak orang. Itu semua public commitment. Lebih sakral lagi, saat ibadah sholat bagi muslim, kita juga mengucap janji kepada Tuhan bahwa sholatku, ibadahku, hidupku, matiku hanya karna Allah SWT.
Lantas mengapa ada orang yang ingkar janji, tidak komitmen, tidak amanah? Itu terjadi karena kurangnya awardness atau penghargaan kita kepada janji kita sendiri. Maka, salah satu cara meningkatkan perhatian, penghargaan, keseriusan, integritas diri kita atas janji kita, kita bisa melakukan janji / komitmen dalam skala besar.
Kepada siapa saja kita memberitahu bahwa kita akan berhenti merokok? Bisa anggota keluarga, orang yang dicintai, orang yang kita hormati, atasan kita, guru kita, orang yang sangat berpengaruh bagi kita. Bahkan jika berani, kita bisa melakukan di hadapan masyarakat umum secara terbuka, terang-terangan. Ini sangat efektif, hanya butuh keberanian.
Public commitment sering dilakukan dalam pertemuan seperti acara motivasi bisnis. Dimana untuk memotivasi dan menguatkan impian, seseorang maju ke depan panggung dan berjanji di hadapan audiens. “Saya berjanji tahun depan omzet saya 1 milyar”, dengan suara berapi-api dan sangat emosional. Lebih ekstrim lagi jika berani mengucapkan jaminan, “Jika tidak berhasil, saya berjanji akan jalan kaki mundur dari Tegal ke Slawi”, misalnya. Tentu ini akan sangat menguatkan tekad dan pengawasannya. Jika untuk motivasi bisnis saja bisa, mengapa tidak kita lakukan public commitment skala besar ini dalam urusan berhenti merokok?
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, dr. Hendadi Setiaji, M.Kes mengatakan, “Teknik public commitment ini cocok sekali untuk orang yang extrovert atau terbuka, sehingga perokok siap mempertanggungjawabkan kepada publik dengan taruhan kehormatan, kepercayaan”. Artinya, jika berhasil, dia akan lebih dipercaya banyak orang, namun jika gagal, kepercayaan kepadanya hilang. Untuk berhenti merokok saja tidak bisa amanah, apalagi untuk urusan lain yang lebih besar.
Jadi, bagaimana? untuk Anda yang kini masih merokok, cukupkah nyali Anda untuk melakukan public commitment? Jika sudah berhasil, umumkan ke publik bahwa Anda telah berhasil berhenti merokok, ceritakanlah sesering mungkin untuk menguatkan public commitment Anda. Beri diri Anda hadiah/penghargaan untuk menguatkan momentum tersebut. Lalu mulailah perilaku baru dengan kegiatan positif dan sehat. Karena, kembalinya perilaku merokok bisa dipicu oleh pergaulan, dan kondisi stres.
Penulis
Bagus Johan Maulana, AMK, SKM
Penulis adalah mantan perokok selama 20 tahun, dan berhasil berhenti merokok seketika dengan teknik public commitment pada 10 November 2018. Keberhasilannya ini adalah usaha ketiga kalinya dalam berhenti merokok. Sebelumnya, selalu gagal dengan metode lain. Public commitment dia dilakukan dengan janji berhenti merokok melalui tulisan di media sosial (Facebook dan group WA), dengan diketahui banyak atasan kantor, teman kerja dan semua facebooker. Dilanjutkan, setiap hari setelahnya dia menulis tentang proses berhenti merokoknya selama 30 hari berturut-turut untuk terus menguatkan tekadnya, dan berhasil hingga kini.
Penulis kini bekerja sebagai staf bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal. Aktif di organisasi Forum Lingkar Pena, Pramuka, Karang Taruna, ahli kesehatan masyarakat, perawat luka dan dunia seni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar